Selasa, 03 September 2013

SISTEM INFORMASI APBD KOTA SOLOK




TUGAS MATERIKULASI
PENGANTAR SISTEM INFORMASI APBD KOTA SOLOK
Bpk. Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd





Oleh : MANSTEVEN NOFRIANDI ELBADINAS
NIM : 1304467



MAGISTER CIOFAKULTAS TEKNIK
 UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
  

Latar Belakang APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD , merupakan anggaran yang dimiliki daerah dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks yang lebih sempit APBD merupakan sumber dana dari segala kegiatan yang dilaksanakan (diselenggarakan) pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat daerah atau pengembangan dan pembangunan daerah.
Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Krisis adalah salah satu factor yang mengganggu APBD dan penggunaannya.
Penyelewengan pun juga tak lepas dari penggunaan dana APBD. Main politik banyak terjadi di kalangan pemertintah daerah dalam memanipulasi keadaan sehingga terjadi keadaan dimana dana APBD tidak dipergunakan sebagaimana mestinya . Dewasa Ini Penyelewengan dana APBD semakin marak terjai, ironisnya masyarakat banyak yang masih acuh tak acuh dan tak mau tau terhadap hal tersebut.

Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan dan mengoptimalkan pembahasan, maka permasalahan yang diangkat pada pembahasan makalah ini adalah:
1.    Apakah APBD itu ?
2.    Apa saja yang termasuk APBD ?
3.    Aktor siapa saja yang mempengaruhi APBD ?

Secara Teoritis 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh DPRD. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
APBD terdiri atas:
  • Anggaran pendapatan, terdiri atas
    • Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
    • Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
    • Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau Dana Darurat.
  • Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
  • Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pengujian dari Aspek Kesenjangan

APBD yang tidak mcncerminkan keadilan dan bersifat diskriminatif akan terjadi kesenjangan sosial yang semakin besar. Munculnya kelompokkelompok rentan, marjinal, ketidak berdayaan masyarakat semakin luas dan seterusnya. Diharapkan APBD merupakan cerminan aspirasi dan kebutuhan semua penduduk yang ada di wilayah bukan kepentingan segelintir manusia.
Disamping itu upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik yaitu penerapan anggaran berbasis prestasi kerja benar-benar dapat dilakukan.

Pengujian empiris penelitian ini adalah :
1.    Menguji secara empiris pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan  sumber daya alam.
2.    Menguji secara empiris apakah perilaku oportunistik pejabat eksekutif dan legislatif merupakan faktor pemoderasi yang mempengaruhi hubungan antara belanja pegawai langsung, belanja  barang dan jasa, dan belanja modal dengan slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan  sumber daya alam.
3.    Menguji secara empiris apakah perilaku oportunistik pejabat eksekutif dan legislatif merupakan faktor pemoderasi yang mempengaruhi hubungan antara belanja barang, jasa dan modal dengan slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.

Pengembangan hipotesis.

1.    Pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, dan belanja modal yang ditetapkan dalam APBD terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumber daya alam.   Belanja pegawai langsung merupakan belanja di luar gaji rutin pegawai, belanja pegawai langsung antara lain berupa belanja transportasi, honor kegiatan sosialisai, dan sebagainya. Hasniati (2010) menyatakan bahwa belanja langsung akhirnya sekitar 40 % kembali dinikmati oleh aparatur sebagai penunjang kegiatan, sehingga pejabat eksekutif berkeinginan meningkatkan pos belanja pegawai langsung agar dapat menikmati pos ini untuk kepentingan pribadi.
Belanja barang dan jasa merupakan alokasi anggaran untuk menigkatkan pelayanan publik, yang proses pelaksanaannya dilakukan dengan transaksi yang rumit, sehinga memungkinkan para pejabat eksekutif mendapatkan keuntungan secara pribadi. Faktor adanya keuntungan pribadi atau golongan mengakibatkan keinginan eksekutif unyuk meningkatkan pos belanja ini, yang diduga berasal dari pendapatan sumber daya alam yang mengalami slack anggaran untuk peningkatan kemakmuran rakyat. Hardjowijono (2006) menyampaikan hasil survey Bank Dunia yang tertuang dalam Country Procurement Assesment Report bahwa kebocoran dana pada proyek pengadaan barang dan jasa dilingkungan pemerintah mencapai 10%-50%.
Belanja  modal merupakan alokasi anggaran untuk meningkatkan pelayanan publik, sebagian dana untuk meningkatkan pos belanja ini berasal dari sumber daya alam yang tidak dihabiskan untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tujuan pejabat eksekutif meningkatkan belanja barang dan jasa diduga memiliki kecenderungan memenuhi kepentingan pribadi atau kelompoknya dalam jangka pendek. Supeno (2009) menunjukkan hanya dengan mendahulukan belanja modal, memperbanyak belanja barang dan jasa termasuk di dalamnya barang dan jasa modal, pejabat eksekutif daerah akan memperoleh banyak bagian dari praktik pencurian.

2.    Perilaku oportunistik pejabat eksekutif memoderasi hubungan antara belanja pegawai langsung, belanja  barang dan jasa, dan belanja modal dengan slack anggaran dalam penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan  sumber daya alam. 
Perilaku oportunistik yang diasumsikan sebagai indikasi adanya opini selain wajar tanpa pengecualian atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK. Pengelolaan keuangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan standar akuntansi yang berlaku, akan menyebabkan pejabat menggunakan keuangan negara secara sewenang-wenang, hal ini dapat mendorong pejabat berperilaku untuk mendapatkan keuntungan pribadi dalam mengelola keuangan negara, termasuk mendorong secara moderasi besaran variabel belanja pegawai langsung, belanja  barang dan jasa, dan belanja modal yang ditetapkan dalam APBD berasal dari pendapatan sumber daya alam.

3
Secara Model Flow Map Sistem Perancangan APBD
Catattan : prosedur penetapan APBD perubahan sama dengan prosedur penetapan APBD. Hanya dokumen yang berbeda yaitu RKA menjadi RKPA, DPA menjadi DPPA. Perubahan APBD hanya mengakomodasi pergesereran anggaran.
Secara Analisis Sistem Flow Map Perancangan APBD :
1.    Masing – masing SKPD merancang dan mengajukan Rencana Kegiatan Anggaran (RKA), ke pihak Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) yang telah ditetapkan oleh BAPPEDA.
2.    TAPD mengevaluasi RKA tersebut bersama – sama dengan SKPD terkait, setelah disetujui lalu TAPD menyampaikannya ke DPRD untuk dibahas dalam Rapat Komisi DPRD, namun jika belum disetujui TAPD maka SKPD harus mengulangi langkah pertama.
3.    Di dalam Rapat Komisi, DPRD bersama- sama dengan TAPD dan SKPD membahas RKA untuk disetujui, namun jika belum disepakati dalam Rapat Komisi, maka pembahasan dilanjutkan dalam Rapat Gabungan Komisi, yang dihadiri oleh seluruh Komisi DPRD bersama TAPD dan SKPD.
4.    Melalui TAPD, RKA yang telah disepakati diajukan ke Gubernur untuk dievaluasi dan ditandatangani/disetujui oleh Gubernur menjadi DPA APBD, jika tidak maka ulangi langkah ketiga.
5.    Setelah ditandatangani oleh Gubernur, pihak TAPD menyampaikan DPA APBD tersebut ke DPRD untuk ditandatangani oleh Pimpinan DPRD Bersama kepala Daerah di dalam Rapat Paripurna DPRD.
6.    DPA APBD yang sah, kemudian diperbanyak oleh TAPD untuk didistribusikan kepada seluruh SKPD, DPRD dan Kepala Daerah, agar dapat dijalankan oleh SKPD.

Kesimpulan :
APBD adalah dana yang dimiliki oleh daerah dalam penggunaannya dalam pembangunan dan penyalurannya. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Krisis adalah salah satu factor yang mengganggu APBD dan penggunaannya.
Berawal dari krisis moneter yang melanda Bangsa Indonesia sekitar tahun 1997 dan berlanjut kedalam krisis ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan besar-besaran pada pemerintahan. Dimulai dari pergantian presiden dan munculnya agenda reformasi sampai agenda penuntutan Otonomi Daerah.
Secara teoritis APBD mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilitas. Dalam fungsi alokasi ini, APBD memainkan peranan dalam pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik atau penyelenggaraan pemerin ahan yang pada akhirnya juga dalam rangka pelayanan publik.
Rekomendasi / Saran
Sebagai masyarakat kita harus mengenal dan mengetahui apa yang terjadi pada daerah kita, termasuk penggunaan dan distribusi dari dana APBD. Dana APBD yang dipergunakan oleh pemerintah daerah sudah sepatutnya kita awasi dengan seksama agar tidak terjadi penyelewengan dalam penyalurannya.
Dana APBD sangat rawan penyelewengan dikarenakan pemerintahan yang tidak bertanggungjawab, kita sehaerusnya ikut andil dalam pengawasan hal tersebut. Dalam masyarakat kita saat ini masih banyak yang tidak mau tau terhadap urussan politik pemerintahan yang sangat besar kaitannya terhadap kehidupan suatu daerah.
Diharapkan Dengan selesainya makalah ini dapat dijadikan tolak ukur perubahan yang terjagi di kalangan pembaca agar lebih sadar terhadap kehidupan plitik di lingkungannya.


DFD Sistem APBD
DAFTAR PERTANYAAN
1.    Hanifah Diana ( Group B )
Bagaimanan Aplikasi Sistem untuk APBD Perubahan tidak terlihat dalam flowmap yang disajikan.
2.    Rhama Eka Putra ( Group A )
Bagaimana Determinasi APBD mengapa harus ada perubahan lagi
3.    Vivi Adriana ( Group B )
Dimana peran masyarakat dalam sistem pembuatan APBD
4.    Yovan Hamaska ( Group A)
Bagaimana analisis untuk meminimalkan belanja gaji pegawai

JAWABAN
1.    Prosedur penetapan APBD perubahan sama dengan prosedur penetapan APBD. Hanya dokumen yang berbeda yaitu RKA menjadi RKPA, DPA menjadi DPPA. Perubahan APBD hanya mengakomodasi pergesereran anggaran.
2.    Setiap pemenuhan kebutuhan muncul kebutuhan baru lainnya begitu juga dengan pelaksanaan APBD dalam perjalanannya sering muncul kebutuhan baru yang harus di akomodir dalam perubahan, yaitu dalam wujud pergseran anggaran.
3.    Untuk menampung aspirasi masyarakat di akomodasi pada forum SKPD yang akan di bawa ke forum musrembang tingkat kota selanjutnya akan di bahas oleh tim anggaran kota.
4.    Analisis untuk meminimalkan belanja gaji pegawai tergantung dari kebijakan pemerintah daerah dengan ditetapkannya pagu belanja tidak langsung dan pagu belanja langsung secara berimbang. Contohnya dalam pembayaran tunda dan gaji pegawai honor tiap daerah berbeda diatur sesuai dengan perda masing-masing daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar